Pengikut

RSS

Cari Blog Ini

LANDASAN ANTROPOLOGI PENDIDIKAN DAN IMPLIKASINYA DALAM SETTING BIMBINGAN DAN KONSELING

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti manusia, dan “logos” berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Objek kajian utama antropologi adalah kebudayaan. Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan akal, atau kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa. Kebudayaan atau culture berasal dari kata latin colere artinya mengolah tanah atau segala tindakan untuk mengelola alam. Karena manusia adalah bagian dari alam, maka kebudayaan dapat diartikan sebagai usaha manusia mengolah lingkungan alam dan sosial atau usaha manusia mengolah lingkungan hidupnya (Koentjaraningrat, 1985:181-182 dalam Prawironegoro Darsono, 2010:123).

Kebudayaan tidak dibawa manusia sejak kelahirannya. Secara faktual, dan sebagaimana tersurat dalam definisi yang dikemukakan Koentjaraningrat, kebudayaan dapat menjadi milik diri manusia sehingga menjadi karakteristiknya yang esensial dibanding dengan hewan hanyalah melalui belajar. Di pihak lain, bahwa kebudayaan sebagai keseluruhan sedikit banyak merupakan himpunan dari pola-pola budaya yang diperlukan dalam rangka mempertahankan eksistensi suatu masyarakat (Wahyudin Dinn, 2008 : 2.28).

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi. Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarga. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.

Dengan makin cepatnya perubahan kebudayaan, maka makin banyak diperlukan waktu untuk memahami kebudayaannya sendiri. Hal ini membuat kebudayaan di masa depan tidak dapat diramalkan secara pasti, sehingga dalam mempelajari kebudayaan baru diperlukan metode baru untuk mempelajarinya. Dalam hal ini pendidik dan antropolog harus saling bekerja sama, dimana keduanya sama-sama memiliki peran yang penting dan saling berhubungan. Pendidikan bersifat konservatif yang bertujuan mengekalkan hasil-hasil prestasi kebudayaan, yang dilakukan oleh pemuda-pemudi sehinga dapat menyesuaikan diri pada kejadian-kejadian yang dapat diantisipasikan di dalam dan diluar kebudayaan serta merintis jalan untuk melakukan perubahan terhadap kebudayaan.

G.D. Spindler berpendirian bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan sosial budayanya. Teori khusus dan percobaan yang terpisah tidak akan menghasilkan disiplin antropologi pendidikan. Pada dasarnya, antropologi pendidikan mestilah merupakan sebuah kajian sistematik, tidak hanya mengenai praktek pendidikan dalam prespektif budaya, tetapi juga tentang asumsi yang dipakai antropolog terhadap pendidikan dan asumsi yang dicerminkan oleh praktek-praktek pendidikan.(Imran Manan, 1989)

Dengan mempelajari metode pendidikan kebudayaan maka antropologi bermanfaat bagi pendidikan. Dimana para pendidik harus melakukan secara hati-hati. Hal ini disebabkan karena kebudayaan yang ada dan berkembang dalam masyarakat bersifat unik, sukar untuk dibandingkan sehingga harus ada perbandingan baru yang bersifat tentatif. Setiap penyelidikan yang dilakukan oleh para ilmuwan akan memberikan sumbangan yang berharga dan mempengaruhi pendidikan.

Antropologi pendidikan dihasilkan melalui teori khusus dan percobaan yang terpisah dengan kajian yang sistematis mengenai praktek pendidikan dalam prespektif budaya, sehingga antropolog menyimpulkan bahwa sekolah merupakan sebuah benda budaya yang menjadi skema nilai-nilai dalam membimbing masyarakat. Namun ada kalanya sejumlah metode mengajar kurang efektif dari media pendidikan sehingga sangat berlawanan dengan data yang didapat di lapangan oleh para antropolog. Tugas para pendidik bukan hanya mengeksploitasi nilai kebudayaan namun menatanya dan menghubungkannya dengan pemikiran dan praktek pendidikan sebagai satu keseluruhan.

Untuk memberikan pemahaman lebih lanjut mengenai antropoli, antropologi pendidikan, kultural atau kebudayaan dan implikasinya dalam setting bimbingan dan konseling, dalam makalah ini akan dipaparkan salah satu landasan yang dipergunakan dalam bimbingan dan konseling, yaitu landasan antropologi pendidikan.

B. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah hubungan antropologi, antropologi pendidikan dan kultural atau kebudayaan.

2. Bagaimanakah fungsi kebudayaan dalam pendidikan.

3. Bagaimanakah pendidikan kultural bangsa Indonesia.

4. Bagaimanakah implikasi landasan cultural dalam setting bimbingan dan konseling

C. Tujuan penulisan

1. Untuk mengetahui hubungan antropologi, antropologi pendidikan dan kultural atau kebudayaan.

2. Utuk mengetahui fungsi kebudayaan dalam pendidikan.

3. Untuk mengetahui pendidikan kultural bangsa Indonesia.

4. Untuk mengetahui Bagaimanakah implikasi landasan kultural dalam setting bimbingan dan konseling.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Landasan Antropologi pendidikan

1. Pengertian antropologi dan antropologi pendidikan

Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari kata ”antrophos” berarti manusia, dan “logos” berarti ilmu. Antropologi mempelajari manusia sebagai makhluk biologis sekaligus makhluk sosial. Antropologi memiliki dua sisi holistik dimana meneliti manusia pada tiap waktu dan tiap dimensi kemanusiaannya. Arus utama inilah yang secara tradisional memisahkan antropologi dari disiplin ilmu kemanusiaan lainnya yang menekankan pada perbanding/perbedaan budaya antar manusia. Walaupun begitu sisi ini banyak diperdebatkan dan manjadi kontroversi sehingga metode antropologi sekarang sering kali dilakukan pada pemusatan penelitian pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal. Definisi antropologi menurut para ahli yaitu:

a. Wiliam A. Haviland, Antropologi adalah studi tentang manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia.

b. David Hunter, Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas tentang umat manusia.

c. Koentjaraningrat, Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat serta kebudayaan yang dihasilkan.

Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana antropologi, yaitu sebuah ilmu yang mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara-cara berprilaku, tradisi-tradisi, nilai-nilai) yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda. Secara umum Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Sedangkan Antropologi pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang berusaha memahami dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan analisis berdasarkan konsep-konsep dan pendekatan Antropologi.

Antropologi secara garis besar dipecah menjadi 2 bagian yaitu antropologi fisik/biologi dan antropologi budaya. Tetapi dalam pecahan antropologi budaya, terpecah-pecah lagi menjadi banyak sehingga menjadi spesialisasi-spesialisasi, termasuk Antropologi Pendidikan. Seperti halnya kajian antropologi pada umumnya antropologi pendidikan berusaha menyusun

generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya dalam rangka memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia khususnya dalam dunia pendidikan. Studi antropologi pendidikan adalah spesialisasi termuda dalam antropologi.

Setelah dasawarsa tahun 60-an di Amerika Serikat semakin banyak diperlukan keahlian dalam antropologi untuk meneliti masalah-masalah pendidikan, maka antropologi pendidikan kemudian dianggap dapat berdiri sendiri sebagai cabang spesialisasi antropologi yang resmi. Antropologi pendidikan apabila dihadirkan sebagai suatu materi kajian, maka yang dikaji adalah penggunaan teori-teori dan metode-metode yang digunakannya.

B. Kebudayaan sebagai kajian pokok antropologi

Antropologi adalah studi tentang umat manusia, yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Objek kajian sosiologi adalah masyarakat, dan kita juga tahu masyarakat sudah pasti berkebudayaan, namun perlu diingat antara masyarakat dan kebudayaan tidak sama, tetapi berhubungan erat. Dalam hal ini masyarakat menjadi kajian pokok sosiologi, dan kebudayaan menjadi kajian pokok antropologi. Jadi yang menjadi kajian pokok antropologi adalah kebudayaan, sehingga dalam makalah ini kita akan lebih banyak membahasa landasan kulturan pendidikan.

1. Konsep kebudayaan

Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah yang berarti budi atau akal. Kebudayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan akal, atau kebudayaan adalah hasil dari cipta, rasa, dan karsa. Kebudayaan atau culture berasal dari kata latin colere artinya mengolah tanah atau segala tindakan untuk mengelola alam. Karena manusia adalah bagian dari alam, maka kebudayaan dapat diartikan sebagai usaha manusia mengolah lingkungan alam dan sosial atau usaha manusia mengolah lingkungan hidupnya (Koentjaraningrat, 1985:181-182 dalam Prawironegoro Darsono, 2010:123). Mendefinisikan kebudayaan tentu akan memunculkan keragaman definisi. Keragaman definisi konsep-konsep kebudayaan tersebut dapat diklasifikasikan dalam beberapa kategori, yaitu yang bersifat deskriptif, histori, normatif, psikologi, struktural, genetis, dan definisi yang tek lengkap. Berikut akan diuraikan masing-masing pendekatan:

a. Definisi deskriptif menurut E.B.Taylor kebudayaan adalah totalitas kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat

b. Definisi histori menurut Marget Mead kebudayaan adalah kebudayaan bermakna seluruh kompleks perilaku tradisional yang telah dikembangkan oleh ras manusia yang secara berurutan dipelajari oleh masing-masing generasi

c. Definisi normatif menurut Kluckhohn dan Kelly dengan kebudayaan dimaksudkan semua model bagi kehidupan, ekplisit dan implicit, rasional, irasional, dan non rasional, yang ada pada masa tertentu sebagai pembimbing potensial bagi perilaku anggota-anggota suatu masyarakat

d. Definisi psikologis menurut La Piere, perwujudan di dalam adat, tradisi, dan institusi dan lain-lainnya dari apa yang dipelajari sebagai suatu kelompok sosial dari satu generasi ke generasi lainnya. Kebudayaan merupakan keseluruhan apa yang telah dipelajari oleh sebuah kelompok tentang kehidupan bersama dalam keadaan-keadaan tertentu yang bersifat fisik dan biologis dimana kelompok tersebut hidup.

e. Definisi struktural menurut Turney and High, pekerjaan dan terintergrasinnya sejumlah aktivitas yang tak bersifat instingtif dari masyrakat manusia. Berfungsinya suatu keseluruhan invensi-invensi, benda-benda dan non benda yang disepakati dan disampaikan.

Dilihat dari isi kebudayaan yang dikemukakan berbagai definisi yang telah dikutip, maka dengan jelas dapat diidentifikasi tiga komponen pokok dari kebudayaan, yaitu gagasan (idea), aktifitas-aktifitas (activities), dan benda-benda (things). Menurut Imaran Mana (1989) menunjukkan lima komponen kebudayaan yaitu (1) gagasan, (2) ideology, (3) norma, (4) teknologi, dan (5) benda. Dan Made pidarta menambahkan kesenia, ilmu dan kepandaian sebagai komponen dari kebudayaan. Sementara itu Hassan (1983) mengemukakan kebudayaan berisi (1) norma-norma, (2) folkways yang mencakup kebiasaan, adat, dan tradisi, dan (3) mores.

Orang sering sulit membedakan antara kebudayaan dengan peradaban. Menurut Hassan (1983) peradaban itu adalah kebudayaan yang sudah maju. Dikatakan lebih lanjut orang sering menyebut peradaban Majapait, Sriwijaya, Yunani dan sebagainnya, karena bangsa atau masyrakat itu telah memiliki kebudayaan yang tinggi pada zaman keemasannya. Dalam zaman super modern ini mungkin bangsa Amerika, Jepang, dan beberapa bangsa di Eropa sudah dapat disebut memiliki peradapan.

Kebudayaan dapat dikelompokkan menjadi tida macam, yaitu:

1) Kebudayaan umum misalnya kebudayaan Indonesia

2) Kebudayaan daerah, misalnya kebudayaan jawa, bali, sunda, dan lain sebaginya

3) Kebudayaan popular, suatu kebudayaan yang masa berlakunya rata-rata lebih pendek daripada kedua macam kebudayaan terdahulu. Misalnya lagu-lagu popular, model film musiman, mode-mode pakaian, dan lain sebagainya.

Dari ketiga macam kebudayaan tersebut diatas mana yang patut diajarkan di sekolah? Sebetulnya ketiga macam kebudayaan itu pantas diajarkan di sekolah, asal porsinya disesuaikan dengan waktu dan tempat. Kebudayaan umum harus diajarkan pada semua sekolah. Sementara itu, kebudayaan daerah dapat dikaitkan dengan kurikulum muatan lokal, jadi berbeda-beda untuk tiap daerah. Dan kebudayaan popiler dapat diajarkan dengan porsi yang kecil, sebab kebudayaan itu sedang mencuat pasti disenangi anak-anak.

Kneller mengemukakan ada dua tonggak yang membuat kebudayaan berkembang dengan pesat (Imran Manan, 1989). Kedua tonggak itu adalah:

1) Revolusi indistri I dengan diketemukannya mesin uap abad ke 18, yang membuat hasil produksi berlimpah-limpah serta memberi keuntungan yang besar.

2) Revolusi industri II sejak tahun 1945 yang menggunakan bahan atom, kimia, mempergunakan alat computer, yang membuat serba otomatis, dengan menggunakan tenag-tenaga professional. Revolusi inilah yang membuat zaman sekarang menjadi era globalisasi dan informasi.

Ada tiga hal yang menimbulkan perubahan kebudayaan. Menurut Kneller ketiga hal tersebut adalah:

1) Originasi, yaitu sesuatu yang baru atau penemuan-penemuan baru. Hasil penemuan ini akan menggeser atau memperbaharui yang lama. Teori bumi bulat menggeser teori bumi lempeng.

2) Difusi, ialah pembentukan kebudayaan baru akibat masuknya elemen-elemen budaya yang baru ke dalam budaya yang lama. Tarian-tarian kontemporer adakalanya merupakan difusi antara tarian klasik dengan tarian modern. Begitu pula ada musik yang menggabungkan musik barat dengan gamelan sebagai musik timur.

3) Reinterprestasi, ialah perubahan kebudayaan akibat terjadinya modifikasi elemen-elemen kebudayaan yang telah ada agar sesuai dengan keadaan zaman. Surat kawin diadakan karena kebutuhan administrasi, zaman dulu kawin cukup disahkan oleh warga setempat. Berbagai bentuk bagunan disesuaikan dengan selera zaman.

2. Karekteristik kebudayaan

Menurut Murdock ada beberapa karekteristik dari kebudayaan yang bersifat universal, yaitu:

1) Kebudayaan dipelajari bukan bersifat instingtif, karena itu kebudayaan tak dapat dicari asal usulnya dari gene tau kromoson.

2) Kebudayaan ditanamkan, generasi baru tak punya pilihan tentang kurikulum kebudayaan. Hanya manusia yang bisa menyampaikan warisan sosialnya dan anak cucunya hanya dapat menyerapnya bukan merubahnya.

3) Kebudayaan bersifat sosial dan milik bersama oleh manusia dalam berbagai masyarakat yang terorganisir.

4) Kebudayaan bersifat gagasan (ideational), kebiasan-kebiasaan kelompok dikonsepsikan atau diungkapkan sebagai norma-norma idea atau pola-pola perilaku.

5) Kebudayaan bersifat integrative. Selalu ada tekanan kearah konsistensi dalam setiap kebudayaan, kalau tidak maka konflik akan dengan cepat menghancurkannya. Kebudayaan yang terintegrasi dengan baik mempunyai kepaduan sosial diantara institusi-institusi dan kelompok-kelompok sosial yang mendukung kebudayaan tersebut.

6) Kebudayaan sampai pada satu tingkat memuaskan individu-individu, memuaskan kebutuhan-kebutuhan biologis dan kebutuhan-kebutuhan ikutan atau yang secara budaya didefinisikan.

3. Pendidikan

Pendidikan adalah kumpulan dari semua proses yang memungkinkan seseorang mampu mengembangkan seluruh kemampuan (potensi) yang dimilikinya, sikap dan bentuk perilaku yang bernilai positif di masyarakat tempat individu yang bersangkutan berada (Sukardjo dan Komarudin, 2010:9).

Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Dimanapun orang berada disitulah terjadi proses pendidikan dan enkulturasi. Tempat terjadinya enkulturasi adalah sekolah, keluarga, dalam perkumpulan pemuda, perkumpulan olahraga, kesenian, keagamaan, di tempat kursus dan latihan (Pidarta Made, 2007:169)

Pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses pembelajaran, pemberian pengetahuan, keterampilan dan sikap melalui pikiran, karakter serta kapasitas fisik dengan menggunakan pranata-pranata agar tujuan yang ingin dicapai dapat dipenuhi.

Pendidikan dapat diperoleh melalui lembaga formal dan informal. Penyampaian kebudayaan melalui lembaga informal tersebut dilakukan melalui enkulturasi semenjak kecil di dalam lingkungan keluarganya. Dalam masyarakat yang sangat kompleks, terspesialisasi dan berubah cepat, pendidikan memiliki fungsi yang sangat besar dalam memahami kebudayaan sebagai satu keseluruhan.

C. Fungsi kebudayaan dalam pendidikan

Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan bila pendidikan berubah akan akan dapat mengubah kebudayaan. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam mengembangkan kebudayaan adalah sangat besar. Pendidikan dapat mengembangkan kebudayaan melalui tiga hal yaitu, originasi, difusi dan reinterpretasi. Sebab pendidikan adalah tempat manusia-manusi dibina, ditumbuhkan dan dikembangkan potensi-potensinya. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab kebudayaan dikembangkan oleh manusia.

Pendidikan adalah enkulturasi (Imran Manan, 1989). Pendidikan adalah suatu proses membuat orang kemasukan budaya, membuat orang berperilaku mengikuti budaya yang memasuki dirinya. Enkulturasi ini terjadi diman-mana, disetiap tempat hidup seseorang dan setiap waktu. Dari sini muncul pengertian kurikulum yang sangat luas, yaitu semua tempat hidup manusia. Sebab dimanapun orang berada disitulah terjadi proses pendidikan, disitu terjadi enkulturasi. Sekolah adalah salah satu dari tempat enkulturasi, tempat-tempat lain adalah keluarga, dalam perkumpulan pemuda, perkumpulan olahraga, seni, keagamaan, di tempat-tempat kursus dan latihan, dan sebagianya.

Enkulturasi dapat membuat orang menjadi kaku dalam budaya itu sendiri. Ia hanya mampu berpikir, berkata dan bertindak sesuai dengan budaya yang dipelajarinya. Hal seperti ini tidak diharapkan oleh pendidik. Pendidikan tidak ingin membuat manusia menjadi robot budaya A, budaya B, dan sebagainya. karena itu strategi dan metode dalam pendidikan perlu disempurnakan untuk menghindari terjadinya robor-robot seperti itu.

Sejak dini anak-anak perlu dididik berpikir kritis. Kemampuan untuk mempertimbangkan secara bebas dikembangka. Hal ini dapat dilakukan dengan cara member kesempatan mengamati, melaksanakan, menghayati, dan menilai kebudayaan itu. Cara ini membuat anak tidak menerima bagitu saja suatu kebudayaan melainkan melalui pemahaman dan perasaan dikala berada dalam kandungan budaya itu, yang akhirnya menimbulkan penilaian menerima, merevisi, atau menolak budaya itu. Pendidikan seperti ini membuat anak-anak terbiasa dengan pemikiran yang terbuka dan lentur.

Suatu budaya sesungguhnya merupakan bahan masukan atau pertimbangan bagi anak dalam mengembangkan dirinya. Ada kalanya bagian budaya akan terpakai terus, ada kalanya diperbaiki, dan ada kalanya dibuang diganti dengan hal baru. Hal ini bergantung kepada pembinaan pendidikan, pengaruh lingkungan, dan hasil penilaian anak-anak itu sendiri. Untuk budaya yang mengandung nilai-nilai luhur bangsa, perlu dipertahankan dan diinternalisasi oleh anak-anak. Hal ini membutuhkan metode tambahan agar anak-anak menghayati indahnya nilai-nilai itu sehingga ingin melaksanakan dalam kehidupannya.

G.D. Spindler berpendirian bahwa kontribusi utama yang bisa diberikan antropologi terhadap pendidikan adalah menghimpun sejumlah pengetahuan empiris yang sudah diverifikasikan dengan menganalisa aspek-aspek proses pendidikan yang berbeda-beda dalam lingkungan sosial budayanya

Karber dan smith (imran Manna, 1998) menyebutkan ada enam fungsi utama kebudayaan dalam kehidupan manusia, yaitu:

1) Pelanjut keturunan dan pengasuhan anak, penjamin kelangsungan hidup bilogis dari kelompok sosial.

2) Pegembangan kehidupan ekonomi, menghasilkan dan memakai benda-benda ekonomi

3) Transmisi budaya, cara-cara mendidik dan membentuk generasi baru menjadi orang-orang dewasa yang berbudaya.

4) Keagamaan, menanggulangi hal-hal yang berhubungan dengan kekuatan yang bersifat gaib (supernatural)

5) Penilaian sosial, cara-cara yang dilembagakan untuk melindungi kesejahteraan individu dan kelompok.

6) Rekreasi, aktivitas-aktivitas yang member kesempatan kepada orang untuk memuaskan kebutuhan akan permainan-permainan.

D. Masyarakat Indonesia dan pendidikan multikultural

Multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan. Menurut Parsudi Suparlan (2002) akar kata dari multikulturalisme adalah kebudayaan yaitu kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia. Komarudin Hidayat (2004) menyatakan bahwa multikultural tidak hanya merujuk pada kenyataan sosial antropologis adanya pluralitas kelompok etnis, bahasa, dan agama yang berkembang di Indonesia tetapi juga mengasumsikan sebuah sikap demokratis dan egaliter untuk bisa menerima keragaman budaya (Sukardjo dan Komarudin, 2010:70).

Pendidikan sebagai pranata sosial yaitu suatu sistem peran dan norma sosial yang saling berhubungan dan terorganisasi di sekitar pemenuhan kebutuhan atau fungsi sosial yang penting (Sudarja Adiwikarta, 1988). Pranata sosial merupakan suatu sistem aktivitas yang khas dari suatu kelakuan berpola; aktivitas ini dilakukan oleh berbagai manusia yang mempunyai status dan peran masing-masing yang saling berhubungan; mengacu kepada sistem ide, nilai, dan norma tertentu; dilakukan dengan menggunakan berbagai peralatan; dan aktivitas ini berfungsi untuk memenuhi kebutuhan dasar anggota masyarakat (Wahyudin Dinn, 2008:2.26).

Menurut Malik Fajar (2004) pendidikan multikulturalisme perlu ditumbuhkembangkan karena potensi yang dimiliki Indonesia secara kultural, tradisi, dan lingkungan geografi, serta demografis sangat luar biasa baik pendidikan formal maupun nonformal. Penanaman pemahaman multikultural sebaiknya dilaksanakan sedini mungkin sehingga terus akan terkonstruksi dalam kognisi anak rasa kepemilikan dan kebanggaan akan budaya bangsa hingga ia dewasa nanti (Sukardjo dan Komarudin, 2010:71).

Sebagian besar masyarakat Indonesia sekarang sudah sadar akan pentingnya pendidikan untuk meningkatkan hidup dan kehidupan. Masyarakat atau para remaja bersikap seperti itu karena asumsi mereka adalah makin tinggi ijazah yang dapat diraih makin cepat dapat pekerjaan serta makin besar gaji yang diterima. Untuk membuat kebudayaan, termasuk pendidikan di masyarakat, sebagai sesuatu yang tidak selalu disadari oleh pendidik, menjadi wadah proses belajar sehingga anak dapat berkembang wajar sejak awal membutuhkan:

· Kerjasama orangtua, masyarakat, dan pemerintah dalam memperbaiki pendidikan ditingkatkan

· Pendidikan nonformal dan pendidikan informal, ditangani secara serius, paling sedikit sama intensitasnya dengan penanganan pendidikan jalur formal.

· Kebudayaan, terutama tayangan televisi, yang paling banyak pengaruhnya terhadap perkembangan anak dan remaja, perlu ditangani dengan baik

· Kebudayaan-kebudayaan negatif yang lain perlu dihilangkan dengan berbagai cara.

Di Indonesia, kesadaran dan paham multikultural sangat penting dilakukan bersamaan dengan derasnya arus globalisasi informasi dan mobilitas penduduk sehingga perjumpaan dengan orang lain makin intens terjadi. Pada sebagian negara berkembang, multikulturalisme merupakan konsep sosial yang diintroduksikan ke dalam pemerintahan agar pemerintahan dapat menjadikannya sebagai kebijakan. Dengan dasar itu, pemerintah wajib memfasilitasi beragam kemungkinan bagi terjadinya pertemuan antarbudaya lokal yang memperluas pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran keanekaragaman (Sukardjo dan Komarudin, 2010:72).

Jadi pendidikan multikultural yang intens diselenggarakan akan berubah menjadi kepemilikan multikulturalisme yaitu paham yang berkembang di masyarakat yang toleran terhadap keberagaman. Multikulturalisme di kalangan masyarakat yang memiliki keberagaman agama, bahasa, dan budaya yang teraplikasikan dalam perilaku hidup setiap hari.

E. Implikasi landasan kultural dalam Bimbingan dan konseling

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Seorang individu pada dasarnya merupakan produk lingkungan sosial-budaya dimana ia hidup. Sejak lahirnya, ia sudah dididik dan dibelajarkan untuk mengembangkan pola-pola perilaku sejalan dengan tuntutan sosial-budaya yang ada di sekitarnya. Kegagalan dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari lingkungannya. Lingkungan sosial-budaya yang melatarbelakangi dan melingkupi individu berbeda-beda sehingga menyebabkan perbedaan pula dalam proses pembentukan perilaku dan kepribadian individu yang bersangkutan. Apabila perbedaan dalam sosial-budaya ini tidak “dijembatani”, maka tidak mustahil akan timbul konflik internal maupun eksternal, yang pada akhirnya dapat menghambat terhadap proses perkembangan pribadi dan perilaku individu yang besangkutan dalam kehidupan pribadi maupun sosialnya.

Kebudayaan akan bimbingan timbul karena terdapat faktor yang menambah rumitnya keadaan masyarakat dimana individu itu hidup. Faktor-faktor tersebut seperti perubahan kontelasi keuangan, perkembagan pendidikan, dunia-dunia kerja, perkembangan komunikasi dll (Jonh), Pietrofesa dkk, 1980; M. Surya & Rochman N, 1986; dan Rocman N, 1987)

1) Individu sebagai Produk Lingkungan Sosial Budaya

Ada beberapa tokoh yang memberikan pandangan individu sebagai produk lingkungan sosial budaya, yaitu:

a. MC Daniel memandang setiap anak, sejak lahirnya harus memenuhi tidak hanya tuntutan biologisnya, tepapi juga tuntutan budaya ditempat ia hidup, tuntutan Budaya itu menghendaki agar ia mengembangkan tingkah lakunya sehingga sesuai dengan pola-pola yang dapat diterima dalam budaya tersebut.

b. Fullmer memandang lebih jauh individu mencapai kemanusiaannyayang unik itu berkat pengaruh nilai-nilai, aspirasi, ide-ide, harapan dan keinginan yang ditujukan kepadanya melalui lembaga-lembaga yang sengaja dikembangkan, yang semuanya itu berada dalam khasanah kebudayaan manusia.

c. Tolbert memandang bahwa organisasi sosial, lembaga keagamaan, kemasyarakatan, pribadi, dan keluarga, politik dan masyarakat secara menyeluruh memberikan pengaruh yang kuat terhadap sikap, kesempatan dan pola hidup warganya. Unsur-unsur budaya yang ditawarkan oleh organisasi dan budaya lembaga-lembaga tersebut mempengaruhi apa yang dilakukan dan dipikirkan oleh individu, tingkat pendidikan yang ingin dicapainya, tujuan-tujuan dan jenis-jenis pekerjaan yang dipilihnya, rekreasinya dan kelompok-kelompok yang dimasukinya.

d. Padersen memandang seluruh pengaruh unsur-unsur sosial-budaya dalam segenap tingkatannya tersebut membentuk unsur-unsur subjektif pada diri individu. Unsur-unsur subjektif itu meliputi berbagai konsep dan asosiasi, sikap, lepercayaan, penilaian, harapan dan keinginan, ingatan, pendapat, persepsi tentang peranan, stereotip, dan nilai.

Bimbingan konseling harus mempertimbangkan aspek sosial budaya dalam pelayanannya agar menghasilkan pelayanan yang lebih efektif.

2) Bimbingan dan Konseling Antara Budaya

Menurut Pedersen, dkk ada 5 macam sumber hambatan yang mungkin timbul dalam komunikasi non verbal, stereotip, kecenderungan menilai, dan kecemasan. Menurut Sue dkk. (1992) konselor yang diharapkan akan berhasil dalam menyelenggarakan konseling antarbudaya adalah mereka yang telah mengembangkan tiga dimensi kemampuan, yaitu dimensi keyakianan dan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang sesuai dengan klien antarbudaya yang akan dilayani. Pedersen mengemukakan bahwa perbedaan dalam latar belakang ras atau etnik, kelas sosial ekonomi dan pola bahasa menimbulkan masalah dalam hubungan konseling, dari awal pengembangan hubungan yang akrab dan saling mempercayai (rapport) antara klien dan konselor, penstrukturan suasana konseling, sampai peniadaan sikap menolak diri klien.

Beberapa Hipotesis yang dikemukakan Pedersen dkk (1976) tentang berbagai aspek konseling budaya antara lain:

· Makin besar kesamaan harapan tentang tujuan konseling antara budaya pada diri konselor dan klien maka konseling akan berhasil

· Makin besar kesamaan pemohonan tentang ketergantungan, komunikasi terbuka, maka makin efektif konseling tersebut

· Makin sederhana harapan yang diinginkan oleh klien maka makin berhasil konseling tersebut

· Makin bersifat personal, penuh suasana emosional suasana konseling antar budaya makin memudahkan konselor memahami klien.

· Keefektifan konseling antara budaya tergantung pada kesensitifan konselor terhadap proses komunikasi.

· Keefektifan konseling akan meningkat jika ada latihan khusus serta pemahaman terhadap permasalahan hidup yang sesuai dengan budaya tersebut.

· Makin klien kurang memahami proses konseling makin perlu konselor /program konseling antara budaya memberikan pengarahan tentang proses ketrampilan berkomunikasi, pengambilan keputusan dan transfer.

· Model konsleing yang khusus dirancang untuk pola budaya tertentu akan efektif digunakan terhadap klien-klien yang berasal dari budaya tersebut daripada budaya lainnya

· Konseling antarbudaya akan efektif apabila konselor memperlihatkan perhatian kepada kliennya sebagai seorang individu yang spesial.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Antropologi adalah studi tentang umat manusia, yang berusaha menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya, dan untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia. Objek kajian antropologi adalah budaya.

Kebudayaan adalah totalitas kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat, dan kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh orang sebagai anggota masyarakat.

Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbale balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan bila pendidikan berubah akan akan dapat mengubah kebudayaan. Disini tampak bahwa peranan pendidikan dalam mengembangkan kebudayaan adalah sangat besar. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab kebudayaan dikembangkan oleh manusia.

Landasan sosial-budaya merupakan landasan yang dapat memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi kebudayaan sebagai faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu.

B. SARAN

Pendidikan dan kebudayaan mempunyai pengaruh timbal balik. Bila kebudayaan berubah maka pendidikan juga bisa ikut berubah dan bila pendidikan berubah akan akan dapat mengubah kebudayaan. Semakin potensi seseorang dikembangkan semakin mampu ia menciptakan atau mengembangkan kebudayaan. Sebab kebudayaan dikembangkan oleh manusia. Pendidikan multicultural perlu ditanamkan sejak dini baik melalui pendidikan formal maupun non formal, agar anak memiliki rasa

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Landasan BK”Landasan Sosial Budaya”. (online) (BK Friend.blogspot.com/2011/010/Landasan BK Landasan Sosial Budaya.html, diakses, 3 Oktober 2011)

Manan, Imran. (1998). Dasar-Dasar Sosial Budaya Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Pendidikan.

Pidarta, Made. (2009). Landasan Kependidikan Stimulus Ilmu Pendidikan Bercorak Indonesia.Jakarta:Rineka Cipta

Siti Waridah Q & J. Sukardi-Isdiyono, Sosiologi Kelas I SMA/MA, Jakarta: Bumi Aksara, 2004, hal. 19.

Sukardjo dan Komarudin Ukim, Landasan Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers. 2010.

Wahyudin, Dinn dkk, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Universitas Terbuka. 2008.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar